Kang Nur


Suka main, njajan, dan data
Share: 

Diperbarui Senin, 23 Des 2024

Ditulis oleh Kang Nur

12 Mitos tentang AI dan Data Science

Di era data saat ini, banyak teknologi AI bermunculan di sekitar kita bahkan dalam genggaman tangan. Hanya dengan memainkan "jari telunjuk", AI bisa jadi "asisten pribadi" kita. Sehingga bentuk "euforia berlebihan" muncul pada sebagian orang. Mereka ketika mendapat permasalahan langsung bertanya pada AI dan ketika AI memberikan solusi, mereka langsung mempercayai dan memakai solusi tersebut tanpa menyaring terlebih dahulu. Padahal, AI dan data science tidak ada bedanya dengan pisau, memiliki dua sisi.

Artikel ini akan membantah beberapa euforia yang berlebihan, mitos dan miskonsepsi mengenai AI dan Data Science:

Mitos 1: AI akan memecahkan semua masalah kita dengan mudah

Faktanya, AI memang teknologi yang powerful, namun bukan solusi instan untuk semua masalah. Dalam AI, ada fenomena "AI Halusinasi", yaitu sebuah fenomena ketika AI memberikan informasi yang "seakan-akan" valid dan benar padahal informasi tersebut salah. Sebagai contoh, ketika mahasiswa mencari referensi untuk skripsi mereka, di era saat ini bisa dicari secara pragmatis pada aplikasi chatbot. Namun pertanyaannya apakah referensi yang diberikan chatbot tersebut valid? atau mengada-adakan informasi yang tidak ada? padahal dalam menulis sebuah penelitian harus "berkesinambungan". Jadi, ketika menggunakan teknologi AI, kita sebagai pengguna harus selalu check and recheck sebelum menggunakan informasi dari AI.

Mitos 2: Proyek data science selalu memberikan ROI secara langsung

Faktanya, proyek data science tidak bisa menggunakan metode "mie instan/nasi goreng" yang bisa dibuat secara instan lalu dimakan. Proyek data science membutuhkan waktu dan sumber daya yang memadai. Menurut Gartner, sekitar 85% proyek AI gagal karena data yang bias, algoritma, atau tim penanggung jawabnya. ROI baru terlihat setelah menjalani improvement beberapa kali. Jadi, dalam mengerjakan proyek data science, teman setia kita adalah waktu.

Mitos 3: AI akan menggantikan pengambil keputusan sepenuhnya

Faktanya, memang AI dapat membantu dalam pengambilan keputusan. Namun, dalam pengambilan keputusan ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dan dipahami seperti konteks, nilai-nilai, dan konsekuensi dari keputusan tersebut. Pada artikel Doshi-Velez & Kim (2017), dibahas secara mendalam tentang interpretabilias AI dalam mendukung keputusan manusia, bukan menggantikannya. Jadi, tidak perlu takut dan berkecil hati dengan perkembangan AI yang masif. Justru, kita sebagai manusia harus memanfaatkan secara maksimal kemajuan AI untuk mempercepat pekerjaan kita.

Mitos 4: Kualitas data tidak sepenting kuantitas

Faktanya, justru kualitas data jauh lebih penting daripada kuantitasnya. Data berkualitas rendah menyebabkan model yang tidak akurat dan bias, ini menjadi penyebab dari 85% proyek AI yang gagal. Dalam AI, ada sebuah adagium yang berbunyi "Garbage in, garbage out", yang artinya bahwa kualitas output bergantung pada kualitas input. Ini menyatakan jika data yang dimasukkan ke dalam AI berkualitas buruk, hasilnya juga buruk. Maka tidak heran, pada tahap "data preprocessing" memakan waktu yang lebih banyak daripada tahap "modeling". Jadi, ketika kita mengerjakan proyek AI, betul-betul pastikan data yang mau kita modelkan sudah sesuai dengan algoritma yang kita gunakan atau hasil yang kita harapkan.

Mitos 5: Model machine learning selalu objektif dan bebas bias

Faktanya, model machine learning dibangun berdasarkan "data training". Jika data tersebut bias, model juga akan bias. Jadi, ketika kita akan melakukan model training, pastikan datanya dulu, karena "Data is the fuel for AI".

Mitos 6: Data science hanya disiplin teknis

Faktanya, data science adalah irisan dari teknis, bisnis, dan domain expertise. Mungkin ada beberapa dari kita ketika belajar "data science" terlalu fokus pada skill teknis seperti belajar Python, R, SQL, Excel, dll. Padahal, Pemahaman konteks bisnis dan kemampuan komunikasi salah satu core dari data science untuk merubah insight to actionable. Jadi, bagi temen-temen yang baru terjun di dunia data science selalu ingat "data science adalah bidang yang multidisiplin".

Mitos 7: Deep learning adalah jawaban untuk semua masalah

Faktanya, meskipun deep learning sangat powerful untuk menangani beberapa task tertentu, seperti image recognition, natural language processing, pendekatan ini tidak selalu cocok untuk semua masalah. Bahkan, deep learning mempunyai keterbatasan seperti kebutuhan data yang besar, cost yang tinggi, dll. Jadi, ketika kita ingin melakukan sebuah klasifikasi, klustering atau peramalan, jika data yang kita miliki kecil atau sedikit dan menginginkan output yang sederhana gunakanlah machine learning. Tidak perlu deep learning, justru hasilnya bisa tidak sesuai jika menggunakan deep learning pada kasus yang terbilang "sederhana".

Mitos 8: AI dan Machine Learning akan menggantikan pekerjaan manusia secara masif

Faktanya, memang AI dapat mengotomatisasi beberapa pekerjaan seperti kasir, customer servis, penerjemah bahasa, dan masih banyak lagi. Namun, faktanya juga dengan masifnya teknologi AI muncul juga profesi-profesi baru seperti Prompt Engineer, Data Engineer, AI Engineer, Robot Engineer dan masih banyak lagi. Jadi, tidak perlu berkecil hati, AI tidak sepenuhnya menggantikan profesi kita, dan masih sangat dibutuhkan sentuhan manusia di beberapa profesi.

Mitos 9: Siapa pun bisa menjadi data scientist dengan kursus singkat

Faktanya, data scientist bukan profesi untuk kaum rebahan, bukan untuk kaum mendang-mending apalagi mental mie instan. Menjadi data scientist tidak bisa dengan kursus singkat apalagi kursus penjual ludah dengan semboyan "Belajar data scientist seminggu langsung kerja". Dan juga ada lagi kursus singkat yang silabusnya hanya berisi "hal teknis" seperti andalannya belajar python, R, SQL, Excel, dll. Padahal data scientist membutuhkan pemahaman mendalam tentang statistik, komunikasi, dan pemecahan masalah bisnis. Jadi, jika temen-temen ingin menjadi data scientist yang baik maka jiwa "sabar dan telaten" harus selalu terpatri dalam diri temen-temen.

Mitos 10: Data science hanya relevan untuk perusahaan besar

Faktanya, data science relevan untuk semua hal, termasuk UMKM. Sebagai contoh, UMKM dapat menggunakan analisis data untuk memahami behaviour pelanggan dan meningkatkan efisiensi toko mereka. Pada laporan Mckinsey (2018), menjelaskan bagaimana analitik data memberikan nilai bagi perusahaan di berbagai skala, termasuk UMKM dan dampaknya terhadap pertumbuhan bisnis. Jadi, jika di rumah temen-temen, ibunya punya toko kelontong, bisa tuh mulai merekam data tokonya seperti data produk, data transaksi, dll yang nanti bisa digunakan untuk optimasi penjualan toko temen-temen di rumah.

Mitos 11: Implementasi AI adalah proyek sekali jadi, bukan proses berkelanjutan

Faktanya, AI membutuhkan "pembaruan" untuk mengikuti data, lingkungan dan kebutuhan bisnis. Dalam life-cycle AI, proses AI adalah proses yang iteratif, proses yang selalu berputar, tidak bisa sekali berputar langsung selesai, harus selalu improvement.

Mitos 12: Data yang banyak selalu memberikan hasil yang lebih baik

Faktanya, data yang terlalu banyak tidak menjamin hasil yang lebih baik. Justru data yang terlalu banyak tanpa relevansi dapat menjadi noise yang mengganggu kinerja model. Jadi, ketika kita mau memodelkan sebuah data, harus dipikirkan "apakah data ini relevan dengan model dan kebutuhan output?".

Penutup

Setelah kita memahami fakta-fakta di balik tirai teknologi ini, kita dapat menggunakan AI dan Data Science secara lebih bijaksana. Selalu ingat, bahwa teknologi hanyalah alat. Keputusan, kebijaksanaan dan tanggung jawab tetap berada di tangan manusia.

,